Kabarjw
– Muhammad Irwan, seorang petani asal Cot Geuleumpang Baroh, Kecamatan Jeunieb,
Bireuen, mengungkapkan harapannya agar pemerintah daerah memberikan perhatian
lebih terhadap masalah banjir yang telah terjadi selama lima tahun terakhir.
Menurut Irwan, banjir yang kerap melanda wilayahnya mengakibatkan kerugian
besar, salah satunya pada pertanian.
"Awal
bulan ini, saya mengalami kerugian sebanyak 3 juta per hektar di sawah. Gabah
terpaksa dijual dengan harga murah Rp 5.200 per kilogram, padahal harga pasar
Rp 6.200. Jika saya tahan, gabah bisa berjamur," ujarnya kepada media Kabarjw,
pada 16 Januari 2025.
Selain
dampak pada pertanian, banjir juga merusak fasilitas ibadah. Pimpinan Balai
Pengajian Almunawarah, Tgk Ansari, menceritakan bahwa pada tahun 2023, banjir
setinggi 1,5 meter merendam seluruh halaman menasah dan merusak kitab,
Al-Qur'an, amplifiers, serta barang-barang PKK. Santri terpaksa diliburkan
selama lima hari akibat kejadian tersebut.
“Keluarga
Nuraini sempat bertahan di rumah, namun banjir semakin parah, akhirnya mereka
diungsikan menggunakan speed boat,” kata Tgk Ansari.
Keuchik
Gampong Cot Geuleumpang Baroh, Raja Fadhil Mubarak, juga mengonfirmasi bahwa
wilayahnya selalu dilanda banjir setiap tahun, dengan dampak paling parah
dirasakan oleh 118 kepala keluarga, terutama di Dusun Sithu dan Dusun Bentara.
Kerusakan perabotan rumah tangga dan kematian ternak, seperti ayam dan bebek,
menjadi masalah yang tak bisa dihindari setiap kali banjir datang.
“Pada
2016, normalisasi sempat dilakukan oleh Bupati H Ruslan Daud (HRD) melalui
program gotong royong. Kondisi sempat membaik dari 2017 hingga 2019, namun kini
saluran induk Pandrah serta Jeunieb sudah dangkal, dan jembatan jalan negara
terlalu rendah. Perlu dibangun lebih tinggi,” ujar Keuchik Raja Fadhil dengan
semangat. Ia juga mengeluhkan bahwa dinas terkait belum melakukan pemetaan
masalah secara menyeluruh, dan setiap kali banjir, bantuan sembako baru
diberikan setelah air surut.
Di
Musrenbang Kecamatan, masalah banjir selalu menjadi prioritas, namun hingga
kini belum ada solusi konkret. Fadli, Pendamping Desa (PD), menjelaskan bahwa
seluruh gampong yang terdampak banjir dapat mengusulkan penanganan bersama
melalui Badan Kerja Sama Antar Desa (BKAD), namun usulan tersebut perlu
dipelajari lebih lanjut mengingat anggaran yang terbatas dan kewenangan yang
harus diperjelas.
Camat
Jeunieb, Yusri, menyampaikan bahwa banjir biasanya terjadi antara Januari
hingga Maret. Mengenai usulan normalisasi dari muara Janggot Seungko hingga
hilir Gampong Matang Bangka, hal tersebut selalu diprioritaskan dan ditargetkan
untuk selesai pada akhir 2025.
Rencana
Musrenbang pada 20 Februari 2025 akan mengundang anggota Dewan Perwakilan
Rakyat Indonesia (DPR-RI) Dapil Aceh Dua, Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA),
serta Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Bireuen Dapil Lima. Tujuannya
adalah agar tokoh masyarakat dapat langsung menyampaikan keluhannya mengenai
masalah banjir yang telah lama dikeluhkan.
Sebelumnya,
pada 2023, Bupati Bireuen Muzakar A Gani sempat mengunjungi pengungsi di
Menasah Cot Geuleumpang Baroh, namun hingga saat ini, solusi konkret terhadap
masalah banjir belum terwujud. Proposal bantuan untuk penanganan banjir juga
sempat diajukan ke Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bireuen, namun
jawabannya masih dalam pertimbangan.
Menurut
pihak terkait, pelaksanaan penanganan banjir melalui desa memerlukan kajian
lebih lanjut karena biaya yang dibutuhkan diperkirakan mencapai ratusan juta
hingga miliaran rupiah. Hal ini menjadi tantangan karena banyak kegiatan lain
yang juga harus dijalankan oleh pemerintah daerah.
[Afrizal/
Jurnalis Warga]
0 Komentar