Bireuen-- Perhimpunan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) Kabupaten Bireuen,
melakukan diskusi dengan Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh, guna menyampaikan
tantangan yang selama ini mereka hadapi sebagai penyandang disabilitas. Diskusi
dilakukan di Café Zaraziq Matang, dengan mematuhi protokol kesehatan, Jumat (11/03/2022).
ketua PPDI Bireuen,
Husaini, menyampaikan selama ini keberadaan disabilitas masih dipandang sebelah
mata. Meskipun mulai dilibatkan di dalam berbagai rapat-rapat perencanaan
pembangunan, tapi sekadar pelengkap.
“Pemerintah seharusnya
melakukan upaya merancang dan melaksanakan pembangunan yang lebih inklusif.
Jadi kami diundang bukan sekadar pelengkap, tapi ada kebijakan yang mengakomodir kebutuhan kami,” ujarnya.
Husaini menjelaskan, pembangunan yang inklusif berarti disabilitas
dapat mengakses pelayanan kesehatan, pendidikan, pekerjaan, mendapatkan
nutrisi, perlindungan sosial, dan terpenuhi hak-hak lainnya, sehingga
disabilitas dapat mandiri, menjadi SDM yang unggul, bahkan bisa berkontribusi
untuk pembangunan.
Meskipun begitu, Husaini memberikan apresiasi
kepada Bupati Bireuen Muzakkar Agani, yang telah memberikan respon positif dengan memberikan
fasilitas sekretariat PPDI bertempat di Panti Sosial Tresna Werdha Balai Kasih, di Gampong Cot Bada,
Kecamatan Peusangan.
Pemberian fasilitas tersebut merupakan buah dari pendampingan dari GeRAK
Aceh melalui Program Demokrasi Resiliensi (DemRes), didukung oleh The Asia Foundation (TAF) dan DFAT. Proses mendapatkan fasilitas ini juga difasilitasi oleh Bob Mizwar selaku kepala Dinas Sosial (Dinsos) kabupaten Bireuen.
Husaini berharap ke depan keberadaan
mereka dianggap ada, tidak
berhenti sampai pemberian sekretariat saja. Penyandang disabilitas harus diberikan ruang ekspresi yang sama dengan non disabilitas.
Pada kesempatan itu, Husaini juga mengatakan, ada oknum di Dinsos yang
memanfaatkan PPDI sebagai “petugas” pendataan penyandang disabilitas di
Bireuen. Menurutnya, tugas tersebut bukan tupoksi mereka. Di sisi lain, ketika
mereka mengajukan proposal untuk pengadaan alat bantu, pihak Dinsos beberapa
waktu kemudian meminta dibuatkan proposal baru, karena yang telah diserahkan,
hilang. Pihak PPDI kaget dan kebingungan, karena di dalam proposal itu memuat
data penyandang disabilitas di Bireuen.
“Kami kira ini sebagai bentuk tanggung jawab yang tidak
diselesaikan dengan baik. Risikonya adalah lunturnya kepercayaan teman-teman disabilitas kepada kami yang memfasilitasi,
dengan meminta ulang data personal mereka,” kata Husaini.
Di akhir diskusi, Husaini mengatakan PPDI bersedia menjadi penghubung
pemerintah dan penyandang disabilitas, tapi harus diperlakukan dengan baik.
Jangan hanya karena mereka dianggap lemah, diperlakukan sesuka hati oknum
pegawai negeri.
(Fakhrurrazi/
Yaziz)
0 Komentar