KabarJW– Hindon,
seorang janda cerai mati, Warga Dusun Tgk. Muqaddin, Gampong Meunasah Krung,
Kecamatan Peudada, Bireuen, menyatakan dukungannya terhadap kelanjutan
pembangunan irigasi Aneuk Gajah Rhet yang sempat tertunda selama tujuh tahun.
Ia
merupakan salah satu calon penerima kompensasi pembebasan lahan proyek Daerah
Irigasi (DI) Aneuk Gajah Rhet tahun 2017.
Meski
telah ada kesepakatan harga untuk lahan pekarangan rumahnya sebesar Rp 100.000
per meter, namun hingga kini belum ada titik temu terkait nilai ganti rugi
bangunan rumah di atas tanah tersebut.
"Rumah
saya luasnya 6x5 meter, berdiri di atas tanah bukit. dulu, tahun 1980-an, belum
ada beco (alat berat), jadi Zakaria almarhum suami saya siang malam
membersihkan lahan ini menggunakan cangkul burung," ujar Hindon saat
ditemui KabarJW 1 Oktober 2025, sambil mengurut kedua kakinya.
Ia
mengaku sempat dijanjikan kompensasi sebesar Rp 80 juta untuk bangunan
rumahnya, namun ia belum menyetujui karena berharap nominal tersebut
disesuaikan, dengan kondisi dan biaya pembangunan rumah baru di belakang rumah
saat ini.
"Saya
ingin rumah baru dibangun dengan layak seperti harapan saya. Ongkos tukang
diperkirakan Rp 15 juta, semua material hingga selesai Rp 65 juta. Saya tidak
mampu menambah biaya jika terjadi kekurangan akibat cuaca. Bahkan, untuk makan
sehari-hari saja dibantu oleh anak-anak. Sementara kondisi ekonomi mereka juga
hidup pas-pasan," ungkapnya.
Sebelum
sakit, ia dikenal sebagai buruh tani harian lepas dengan penghasilan Rp 80.000
per hari, cukup untuk memenuhi kebutuhan dapurnya. Akan tetapi, selama dua
tahun terakhir, ia tak lagi bekerja karena mengalami gangguan kesehatan pada
kedua kakinya dan nyeri pinggang. Kini, aktivitasnya hanya menjaga cucu di
rumah.
Sementara
itu, Keuchik Gampong Meunasah Krung, M. Azhar, menegaskan bahwa dirinya siap
mendukung penuh kelanjutan proyek irigasi Aneuk Gajah Rhet, serta berkomitmen
memfasilitasi dialog antara Hindon dengan dinas terkait guna mencari solusi
terbaik.
"
Mari kita bergandengan tangan untuk mendukung kelanjutannya. Selain masyarakat
Peudada menggantungkan hidup dari sawah ini, banyak juga warga dari berbagai
kecamatan lain ikut terdampak sejak hancurnya bendungan di Gampong Hagu pada
Januari 2024, seakan semua harapan mereka sirna," ujarnya.
Proyek
irigasi Aneuk Gajah Rhet dinilai vital bagi sektor pertanian di Peudada dan
sekitarnya. Oleh karena itu, warga berharap agar pembangunan segera
dilanjutkan, dengan mempertimbangkan hak dan kondisi sosial ekonomi masyarakat
terdampak, seperti dialami Hindon.
[Afrizal/ Jurnalis Warga]
0 Komentar