Muhammad Andrea (10 Tahun) sedang mengenyam
pendidikan kelas V (lima) di Sekolah Dasar (SD) Negeri 13 Kecamatan Juli,
kabupaten Bireuen. Dia memiliki semangat yang sama dengan teman sebaya nya,
meski dia termasuk ke dalam siswa berkebutuhan khusus yaitu Sindrom Down. Kelainan
genetik ini menyebabkan keterlambatan perkembangan dan intelektual.
Juairiyah selaku Kepala Sekolah SDN 13 Juli
menyampaikan bahwa tenaga pendidik di sekolah mereka, selalu memberikan
perhatian yang sama kepada Andrea ataupun siswa lainnya. Tanpa pernah
membeda-bedakan mereka. Namun Juairiyah mengaku prihatin terhadap masa depan
Andrea dan dua teman lainnya yang juga disabilitas, karena seharusnya siswa berkebutuhan khusus seyogyanya harus diajarkan sesuai dengan kebutuhan fisik
dan mental nya.
“semua siswa mendapatkan perlakuan yang sama,
kami mendidik mereka dengan cinta. Tapi tentunya setiap siswa memiliki
kebutuhan yang berbeda, semisal Andrea seharusnya memiliki guru pendamping
terlatih. Karena metode pengajarannya tentu akan berbeda, sedangkan pihak
sekolah kami belum memiliki hal tersebut”. Ungkapnya.
Juairiyah juga menambahkan seharusnya Andrea ditempatkan
di sekolah inklusif, Sekolah Luar Biasa (SLB), atau pendidikan non formal. Sesuai
dengan peraturan yang dikeluarkan oleh Kemendiknas, yaitu peraturan No. 70
Tahun 2009 tentang pendidikan inklusif bagi peserta didik yang memiliki
kelainan dan memiliki potensi kecerdasasan dan/atau bakat istimewa.
Karena melalui peraturan tersebut, penyandang
disabilitas bisa bersekolah di sekolah umum yang ditunjuk oleh pemerintah untuk
menyelenggarakan pendidikan inklusif. Selain itu kurikulum yang diterapkan di sekolah, akan
disesuaikan dengan penyandang disabilitas berdasarkan minat dan bakatnya. Bahkan
dengan tenaga pengajar terlatih yang akan mendidik dan menangani mereka.
Namun Juairiyah mengakui jika di sekolah
mereka belum sesuai dengan standar, untuk mendidik anak berkebutuhan khusus. Persoalan
ini sudah dilaporkan oleh pihak sekolah, kepada Dinas Pendidikan Kabupaten Bireuen.
Merespon hal tersebut, pada 20 Februari 2021 pihak Dinas sudah melakukan kunjungan
ke sekolah dan melihat langsung keadaan Andrea. Mereka berjanji akan memberikan
pelatihan untuk guru SD Negeri 13 Juli, agar memiliki tenaga pengajar terlatih.
Namun dari pihak sekolah memiliki keterbatasan
dalam menemukan tenaga pendidik yang tepat untuk dilatih. Sehingga sampai saat
ini hal tersebut belum ada solusinya.
Pihak sekolah juga sudah memberikan saran
kepada kedua orang tua Andrea, untuk menyekolahkan Andrea di SLB. Namun karena
keterbatasan dan jarak yang jauh, pihak keluarga belum menyanggupi hal tersebut.
Andrea memiliki cita-cita sebagai ureung ek u (red- pemanjat kelapa), karena yang diketahui olehnya pekerjaan tersebut umumnya dilakukan oleh masyarakat gampongnya dan bisa mendapatkan uang. Sehingga dengan pekerjaan tersebut, Andrea berharap suatu saat mendapatkan uang dan bisa membahagiakan keluarganya.
Penulis : Muhammad Dian (JW)
0 Komentar