Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget


Suami Ditembak, Sapiah Sabon Hidup Seperti Robot Rusak

Bireuen— Ketika konflik mendera Aceh, Sapiah Sabon yang kini telah berusia 62 tahun, harus kehilangan suaminya. Sang suami ditembak oleh pelaku perang Ketika pulang berbelanja di Keude Jeunib.

Abdul Manaf Kaoy, diseret oleh orang bersenjata api, di Gampong Kuta Rusep, Kecamatan Pandrah, Bireuen, pada tahun 2003. Saat itu, Manaf pulang dari Jeunib untuk keperluan berbelanja barang dagangan di kedai mereka di kampung.

Beberapa butir peluru mengakhiri hidupnya di dunia, meninggalkan Sapiah dan Sembilan anak mereka hidup terlunta-lunta setelahnya.

“suami saya dan seorang temannya diseret sejauh 30 meter dari meunasah. Kemudian ditembak hingga meninggal dunia,” kata Sapiah Sabon, Kamis (25/8/2022), mengenang kisah pahit yang dialami oleh kekasih hatinya. Gurat rindu dan duka bergelantungan di wajah yang telah menua itu.

Sejak sang suami pergi ke alam barzah, hidup Sapiah tidak menentu. Ia dan anak-anaknya harus hidup terpisah. Anak-anak Sapiah harus rela meninggalkan Gampong Blang Samagadeng, Pandrah.

“Kios yang dirintis oleh Cut Bang, harus kami tutup. Tak ada yang mengelola. Anak-anak yang sudah agak besar, mencari penghidupan dengan menumpang pada saudara-saudara kami. Sedangkan yang kecil-kecil saya asuh sendiri,” katanya, mengenang masa silam.

Sapiah yang kehilangan tempat bersandar, harus bekerja keras memenuhi kebutuhan ekonomi untuk permata hatinya.

Jangan tanya betapa perihnya hidup dengan status janda, suami ditembak mati, dengan jumlah anak-anak yang tidak sedikit. Tidak mudah Sapiah melewatinya.

Ketika damai datang, ia mendapatkan bantuan dari Badan Reintegrasi Rakyat Aceh (BRA). Dana yang diberi hanya cukup merehab bagian dapur dan membangun toilet sederhana.

Ia juga pernah menerima dana diyat sebagai kompensasi atas kematian suaminya. Dana itu diterima tahun 2008. Kemudian pada tahun 2021, juga pernah mendapatkan BST, dan tahun 2022 mendapatkan BLT gampong.

Tentu, dengan usia yang sudah uzur, serta tubuhnya yang sakit-sakitan, ia membutuhkan banyak dukungan. Saat ini hidupnya sudah sangat bergantung pada obat. Ibarat robot yang memerlukan baterai, tanpa baterai tak bisa berjalan.

Sayangnya, sapiah justru sudah seperti robot using yang telah banyak mengalami kerusakan. Butuh banyak reparasi, dan itu membutuhkan biaya.

Satu hal yang paling membekas, ternyata Sapiah masih menyimpan trauma dan luka atas peristiwa pembunuhan terhadap suaminya. [Afrizal/ Jurnalis Warga Bireuen]

Posting Komentar

0 Komentar