Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget


Cut Matang, Panglima Daerah IV di Wilayah Batee Iliek

 


KabarJW - Pasukan inong balee merupakan sebuah pergerakan perempuan terbesar di Aceh. Berawal dari adanya trauma dan tuntutan atas keadilan di masa lalu yang didirikan oleh seorang tokoh pejuang perempuan bernama Keumala Hayati.

Inong balee berkembang menjadi pergerakan perempuan di Aceh, yang menjadi salah satu zona konflik terbesar di Indonesia pada masanya.

Pasukan perempuan janda dari Aceh tersebut, terlibat dalam berbagai aspek selama konflik antara penjajah dan pribumi, yang berlangsung sejak abad ke-17 hingga pada masa konflik Gerakan Aceh Merdeka (GAM).

Kejadian tersebut ditandai dengan peperangan antara masyarakat Aceh dengan pemerintah Indonesia sejak tahun 1990 hingga 2005.

Kepada kabarJW, Zuraida (41) salah seorang pasukan inong balee di Kabupaten Bireuen, yang turut berjuang di masa konflik mengaku, bahwa pasukan inong balee ikut serta dalam perjuangan GAM di masa lalu.

"Keikutsertaan kami dalam perjuangan tersebut ialah untuk menuntut keadilan dari pemerintah. Pada masa itu, sangat miris keadaan yang kami rasakan. Bahkan, banyak sekali perempuan-perempuan diperkosa dan dibunuh yang memilukan, sehingga tergeraklah hati kami untuk ikut berjuang saat melihat kondisi tersebut," ujar Zuraida.

Perempuan yang lebih dikenal dengan nama panggilan Cut Matang menyebutkan, selama masa konflik antara pemerintah Republik Indonesia (RI) dan masyarakat Aceh berlangsung, pihaknya mengaku tidak hanya terlibat sebagai pasukan perlawanan, pasukan inong balee juga berperan dalam menyusun strategi perang, mempersiapkan kebutuhan logistik, menjadi perawat, juru masak, pengumpul dana, dan intel dalam melawan pemerintah Indonesia.

"ketika itu, saya nekad bergabung dengan pasukan inong balee atas dorongan hati, dengan harapan jika suatu saat meninggal dalam peperangan membela rakyat dan tanah air yang berdaulat, niscaya akan mendapatkan pahala syahid, dan itu atas dasar srikandi Aceh," sebut Zuraida

Dirinya pertama kali bergabung dengan pasukan inong balee pada tahun 1998 dan berakhir tahun 2005.

Setelah perdamaian atau dikenal dengan sebutan MoU Helsinki antara pemerintah RI dan GAM yang terjadi pada 15 Agustus 2005 silam, pasukan inong balee membentuk sebuah organisasi, yang diberi nama Lembaga Inong Aceh Batee Iliek (LIAB) berlokasi di kawasan Batee Iliek, bernaung di bawah Yayasan Inong Aceh yang dipimpin oleh Darwati.

"LIAB bergerak di bidang sosial, seperti operasi mata katarak, sunat masal, pemberdayaan perempuan yang dilaksanakan di kawasan Batee Iliek, dan selanjutnya bergerak meluas hingga ke kawasan lainnya seperti ke kota Banda Aceh," pungkasnya.          

Pada tahun 2008, sebutnya, lahirlah Partai Aceh (PA). Para pasukan inong balee dilibatkan kedalam susunan partai, yang diwakilkan 30% dari kalangan perempuan. 

Dirinya mengaku pernah dipercaya menjabat sebagai Wakil Sekretaris Partai Aceh di Kabupaten Bireuen selama 5 tahun.

"Saya juga pernah mencalonkan diri sebagai Caleg DPRK dari PA nomor urut 3. Namun, Allah tidak mengizinkan saya lolos dengan berbagai kendala,” Kisahnya.

Pada tahun 2012 lahirlah Partai Lokal (Parlok), diantaranya PNA, PDA, dan beberapa Parlok lainnya, sehingga banyak diantara pejuang inong balee yang berpaling ke partai lain dengan berbagai alasan, diantaranya faktor ekonomi.

Saat ini, dirinya mengakui perjuangan mereka dimasa lalu, seperti tidak dihargai. Kondisi pejuang perempuan ini tidak pernah berjaya, dan masih banyak yang berada di garis kemiskinan.

Malah hanya dimamfaatkan oleh segilintir pihak, lantas apa yang disebut dengan perjuangan demi keadilan bersama.

“Kami sudah memaafkan, tapi kami tidak akan pernah melupakan,” ujarnya tegas.

[Halimatul Sakdiah & Fikra Adila / Jurnalis Warga Bireuen]


Posting Komentar

0 Komentar