Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget


Terbengkalai Tujuh Tahun, Gedung DPRK Bireuen Tak Kunjung Diselesaikan

 


KabarJW - Tujuh tahun sudah berlalu, gedung yang dibangun untuk kantor Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Bireuen tak kunjung diselesaikan.

Gedung tersebut terletak di jalan Medan-Banda Aceh, Gampong Cot Gapu, Kecamatan Kota Juang, Kabupaten Bireuen. Awal mula pembangunan gedung Dewan tersebut dilakukan pada 2014 silam, saat Bupati dijabat oleh H Ruslan M Daud SE MAP, periode 2012-2017.

Total anggaran yang dibutuhkan untuk membangun kantor dewan tersebut sejumlah 100 M. Namun, pembangunan hanya dapat direalisasikan pada tahun tersebut dengan nilai kontrak Rp 3.072.998.000.

Informasi ini disampaikan Wakil Ketua II DPRK Bireuen, Suhaimi Hamid, kepada KabarJW saat dijumpai di ruang kerjanya, Rabu (15/2).

Ia mengaku, sebelum pembangunan pondasi gedung, ia merupakan salah satu dewan yang tidak sependapat dengan dibangunnya kantor DPRK itu.

"Saya menentang pembangunan gedung bagi anggota dewan, karena menurut saya, dewan tidak perlu kerja di kantor yang megah, DPR seharusnya kerja di luar bersama masyarakat," tegas sapaan Abu Suhai itu.

Ia berpendapat, dengan fasilitas kantor dewan sekarang ini sudah sangat layak, karena menurut Suhaimi, yang diharapkan dari DPR itu adalah kinerja, bukan kantornya.

"Pemerintah Bireuen harus membuat strategi untuk meminta bantuan dari nasional yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) atau sumber lainnya. Sebab, tidak ada cara jika hanya berharap dari APBK. Jika tak kunjung dibangun dan dibiarkan terbengkalai, dikhawatirkan pondasi bangunan tersebut akan keropos," sebutnya.

Abu Suhai mengatakan, dirinya memang bukan orang teknik sipil, namun sedikit banyaknya ia paham tentang struktur bangunan. Menurutnya, jika gedung tersebut terus menerus dibiarkan begitu, ditakutkan akan mudah roboh jika ditimpa musibah gempa bumi, karena keroposnya pondasi yang telah dibangun.

"Saya menduga adanya gratifikasi dalam proyek pembangunan kantor dewan tersebut. Menurut amatan saya, tidak ada dugaan kasus korupsi dalam proyek pembangunan gedung. Namun, saya menduga adanya gratifikasi sebab pemaksaan pembangunan dari awal," tegas Suhaimi.

Ia juga menyebutkan, mangkraknya gedung dewan tersebut disebabkan tidak adanya sokongan dana. Seharusnya sejak awal sudah ada skema atau plan keuangan untuk pembangunan gedung. Bahkan sampai hari ini, sebutnya, tidak ada skema penganggaran dalam pembangunan.

Artinya, perencanaan pembangunan terhadap gedung dewan itu adalah perencanaan yang bermasalah, karena hanya merencanakan grand design gedung, tapi tidak bisa merencanakan tahapan anggaran pembangunan, sehingga gedung tersebut mangkrak.

 “Saya sebagai Wakil Ketua II DPRK Bireuen akan mencoba memberi solusi agar pembangunan gedung tersebut dapat kembali berjalan,” tambahnya kemudian.

Beberapa hal yang akan diupayakan. Pertama, akan meminta sumber dana lainnya, baik dari pemerintah pusat atau dari pemerintah Aceh.

Kedua, mencari pihak ketiga, misalnya ada investor atau perusahaan swasta yang mau menggunakan dan melanjutkan pembangunan tersebut, namun dengan perjanjian setelah masa kontrak selesai, gedung tersebut dikembalikan ke pemerintah daerah lalu dipakai untuk anggota dewan.

“Tidak ada harapan jika mengharapkan APBK, apalagi kedepannya kita akan menghadapi resesi ekonomi,” tandasnya.

Alasan Abu Suhai tidak sepakat dengan pembangunan gedung dewan itu sebab masih banyak gedung-gedung yang tidak terpakai dan tidak berfungsi di Kabupaten Bireuen.

"Setelah sekian banyak gedung-gedung mangkrak yang ada di Bireuen, sekarang bertambah satu lagi gedung mangkrak, yaitu gedung DPRK,” pungkas Pimpinan Dewan Bireuen itu.

Sementara itu, Irmawati SP, selaku sekretaris Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) mengaku, penyebab mangkraknya pembangunan gedung dewan tersebut karena penganggaran awalnya menggunakan dana APBA, dan tidak bisa dilanjutkan dengan dana APBK.

“Berdasarkan penganggaran pertamanya dari APBA, maka tidak bisa dilanjutkan menggunakan APBK. Seharusnya, APBA melanjutkan peganggaran untuk pembangunan tersebut, karena APBK tidak ada anggaran untuk melanjutkan pembangunan, sebab banyak yang harus diprioritaskan, seperti kesehatan dan pemberdayaan masyarakat,” sebut Irma.

Ia juga mengatakan, penganggaran terakhir pada 2021 lalu, saat Muzakkar A Gani masih menjabat sebagai bupati, dan sempat menganggarkan dana dengan APBK 10 milyar untuk melanjutkan pembangunan gedung tersebut. Namun setelahnya, APBK tidak mampu lagi untuk mengeluarkan dana untuk gedung itu.

Menurut data yang diterima tim KabarJW.com dari Bappeda Bireuen, pembangunan gedung dewan tersebut sudah mencapai Empat (4) kali tahap penganggaran, antara lain :

Tahap pertama pada 2014, Pagu APBA, Rp 3.177.790.000 dengan nilai kontrak Rp 3.072.998.000.

Tahap kedua, pada 2015, pagu APBA, Rp 15.000.000.000 dengan nilai kontrak Rp 14.430.000.000.

Tahap ketiga pada 2016, pagu APBA, Rp 4.79.701.000 dengan nilai kontrak Rp 4.16.998.000.

Tahap keempat pada 2021, pagu APBK, Rp 10.000.000.000.

Dalam hal ini, untuk menggali informasi lebih dalam, Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Bireuen, dan ketua DPR Kabupaten Bireuen, Rusyidi Mukhtar tidak merespon tim KabarJW.com saat dihubungi melalui WhatsApp.

[Rahman Efendi/ Jurnalis Warga Bireuen]


Posting Komentar

0 Komentar