KabarJW– Hingga akhir
Juni 2025, Nilawati, seorang ibu tunggal dari Dusun Aron Brek, Gampong Kuala
Ceurape, Kecamatan Jangka, Bireuen, masih belum menerima Bantuan Program
Keluarga Harapan (PKH) senilai Rp550 ribu yang seharusnya cair untuk periode
April–Juni 2025.
“Tadi
sore saat pulang kerja saya sudah cek di Brilink, tapi bantuannya belum masuk
juga. Saya sebagai orang tua tunggal berharap kendala ini segera diselesaikan
agar kami bisa segera terbantu,” ujarnya kepada KabarJW, Minggu, 29 Juni
2025.
Nilawati
adalah buruh harian di kebun sawit milik PT Syaukat Sejahtra. Setiap hari ia
harus bangun pukul tiga dini hari untuk menyiapkan bekal kerja serta makanan
bagi kedua anaknya: Muhammad Redza, siswa MIN 48 Alue Kuta, dan Ainsyah, siswi
TK Allatif Kuala Ceurape.
Pukul
lima pagi, ia sudah bersiap menunggu mobil dam kuning yang menjemputnya ke
lokasi kerja. Upahnya Rp70 ribu per hari, yang biasanya dibayar di awal bulan.
Namun,
penghasilan tersebut nyaris habis untuk kebutuhan pokok harian. Ia menyebutkan,
harga satu bambu beras Rp25 ribu, ikan segar Rp30 ribu, minyak goreng Rp10
ribu, dan bumbu dapur Rp20 ribu. Sisanya, Rp10 ribu, kadang diberikan sebagai
uang jajan atau biaya mengaji malam untuk anak-anaknya — itu pun sering kali
tak terpenuhi karena keterbatasan.
“Kadang
saya bawa pulang kue yang dikasih di tempat kerja, lalu saya potong jadi dua,
supaya keduanya kebagian. Mereka selalu menunggu apa yang saya bawa pulang
meski hanya kueh basah,” tuturnya lirih.
Lebih
menyedihkan, kedua anak Nilawati belum terdaftar dalam Program Indonesia Pintar
(PIP). Namun, hal itu tak menghalangi tekadnya untuk menyekolahkan mereka. Ia
yakin pendidikan adalah satu-satunya jalan agar anak-anaknya kelak bisa hidup
lebih layak.
Sementara
itu, Irvan Marhaban, Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) Jangka,
menjelaskan bahwa keterlambatan atau tidak cairnya bantuan tidak berada dalam
kendalinya.
“Tugas
saya hanya mendampingi pencairan di kantor pos. Saya tidak terlibat dalam
proses verifikasi data (green check) di lapangan, dan belum memiliki
akses ke aplikasi pengontrol tingkat kecamatan,” jelas Irvan.
Ia
menambahkan bahwa penerima bantuan kini disaring berdasarkan kategori desil,
yakni klasifikasi berdasarkan pendapatan per kapita per bulan. Jika seseorang
masuk kategori Desil 5, maka mereka dianggap sudah mampu dan tidak lagi
menerima bantuan PKH, kecuali untuk program Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan
(PBI-JK).
“Perubahan
data kini hanya bisa dilakukan oleh operator SING gampong karena kewenangan
sudah dialihkan ke desa. Prosesnya melalui Musyawarah Desa (Musdes), dengan
melampirkan Surat Pertanggungjawaban Mutlak (SPTJM),” terangnya.
Berikut
klasifikasi desil penerima bantuan:
• Desil 1: Pendapatan di bawah Rp800
ribu – Sangat Miskin
• Desil 2: Rp800 ribu – Rp1,2 juta –
Miskin
• Desil 3: Rp1,2 juta – Rp1,8 juta –
Rentan Miskin
• Desil 4: Rp1,8 juta – Rp2,5 juta –
Menengah ke Bawah
• Desil 5: Rp2,5 juta – Rp3,5 juta – Menengah, hanya menerima PBI-JK
[Afrizal/ Jurnalis Warga]
0 Komentar