![]() |
Sari Yunus, petugas Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Bireuen, saat memberikan keterangan dalam wawancara di ruang kerjanya. |
KabarJW – Badan Pusat
Statistik (BPS) Kabupaten Bireuen kembali merilis sejumlah data penting terkait
inflasi dan kemiskinan ekstrem yang dinilai dapat menjadi pijakan strategis
bagi pemangku kebijakan di daerah.
Data ini dipublikasikan dalam kerangka kerja resmi BPS
sesuai Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1997 dan PP Nomor 51 Tahun 1999, yang
menempatkan lembaga tersebut sebagai pengumpul data statistik resmi, termasuk
sensus dan survei.
Statistisi Ahli Muda BPS Bireuen, Irvan SE, menegaskan
bahwa peran BPS dalam pengendalian harga pasar hanya sebatas pencatatan data
mingguan dari 20 komunitas pasar, bukan sebagai pelaku intervensi pasar.
“Kami hanya mencatat data harga. Terkait intervensi
pasar itu ranah Pemkab Bireuen, misalnya dengan mendatangkan cabai dari luar
daerah untuk menurunkan harga,” jelas Irvan, Senin (28/7/2024).
Data harga tersebut, lanjut Irvan, digunakan untuk
menghitung laju inflasi yang kerap menjadi acuan dalam pengambilan kebijakan
ekonomi lokal.
Di sisi lain, Pranata Komputer Muda BPS Bireuen, Sari
Yunus, mengungkapkan bahwa angka kemiskinan di Bireuen pada 2023
tercatat sebesar 12,12 persen atau sekitar 59,21 ribu jiwa—masih berada di atas
rata-rata nasional, meski telah mengalami penurunan dari 12,51 persen pada
tahun sebelumnya.
“Ini bukan sekadar soal angka, tapi soal efektivitas
kebijakan. Penurunan terjadi, tapi masih dibutuhkan langkah yang lebih terarah
dan tepat sasaran,” ujar Sari.
Dalam forum diskusi kebijakan yang rutin digelar
bersama Sekda, Bappeda, serta dinas-dinas teknis, BPS Bireuen juga memberikan
sejumlah masukan strategis.
Di antaranya, evaluasi terhadap program Indonesia
Pintar (PIP) yang dinilai belum menyasar kelompok paling miskin, melainkan
kelompok ekonomi menengah (desil 8).
Lebih jauh, BPS menyoroti ketidaktepatan sasaran dalam
penyaluran subsidi LPG 3 kilogram, yang di pasar justru dijual di atas Harga
Eceran Tertinggi (HET), yakni Rp 23–25 ribu per tabung.
Persoalan serupa terjadi dalam distribusi subsidi
energi seperti pertalite dan listrik, yang diduga masih dinikmati oleh
masyarakat mampu.
Dalam aspek pemberdayaan ekonomi, BPS mengusulkan
pelaksanaan bazar UMKM secara rutin, serta keterlibatan Baitul Mal untuk
memastikan zakat dan bantuan sosial lebih tepat sasaran.
Sari juga menekankan agar kegiatan pemerintah tidak
bersifat seremonial dan “proyek formalitas”.
“Jangan sampai kegiatan bertajuk pengentasan
kemiskinan malah membangun fisik di lokasi yang tidak berdampak langsung. Lebih baik dialihkan ke pembangunan jalan akses
ekonomi warga miskin,” tegasnya.
Selain itu, pasar murah dinilai perlu memperluas
jangkauan informasi dan segmentasi agar benar-benar menyentuh masyarakat
miskin. Sebagai daerah swasembada beras, BPS turut mengusulkan kelahiran qanun
gabah sebagai payung hukum penetapan harga dasar, guna menghindari fluktuasi
harga beras.
Dengan paparan data dan usulan konkret ini, BPS
Bireuen berharap pemerintah daerah tidak hanya fokus pada pelaporan angka,
tetapi juga pada tindak lanjut kebijakan yang berbasis bukti.
[Afrizal/ Jurnalis Warga]
0 Komentar